Wednesday, May 1, 2013

Gubernur Nur Alam Blak-blakan Soal Tambang Nikel

BANYAK calo tambang nikel, dan atau kacung pemilik modal beroperasi di Sulawesi Tenggara. Ada juga memang pengusaha profesional yang telah,  sedang, dan akan  mengeruk nikel Sulawesi Tenggara.  Dalam aksinya para calo alias kacung berkedok sebagai pengusaha atau  calon investor tambang nikel yang bonafide. Akibatnya, kita sulit membedakan mana emas mana loyang. Kecuali pengalaman sebagaimana diungkapkan seorang teman seperti berikut: Bila Anda mencari kantor mereka di Jakarta, Anda pasti kecewa. Sebab para investor itu tidak punya kantor. Kalaupun ada, tidak lebih dari ruko (rumah toko) bercat kusam. Investornya juga belum tentu ada di situ. Biasanya mereka mengajak ketemu di restoran mewah, apalagi jika Anda seorang pejabat. Jika Anda pejabat terkait, semisal, bupati atau Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, wanita cantik pun disediakan, disodorkan pula mobil mewah dan sebagainya.

       Begitulah! Bagi calo, penampilan adalah modal utama. Tentu saja dalam batas-batas tertentu. Mereka juga tidak mungkin mampu menyewa pesawat terbang buat sekadar mengelabui. Apalagi memiliki pesawat pribadi. Tidaklah, jauh kasi(h)an!

       Gubernur Sulawesi Tenggara H Nur Alam SE MSi kecele juga dengan para investor tambang nikel. Kamis tanggal 25 April 2013, sekitar pukul 10.00 Wita, dia mendarat di Bandara Haluoleo dengan pesawat Lion dari Makassar. Sebelum mendarat, dalam benaknya  terbayang apron Bandara Haluoleo penuh dengan pesawat pribadi atau carteran. Pasalnya, di sebuah hotel mewah di Kota Kendari saat itu sedang berkumpul hampir seratusan investor tambang nikel dalam rangka pertemuan gubernur, bupati dan walikota penghasil nikel se-Indonesia; Rakernas Asosiasi Dinas Pengelola Energi dan Sumber Daya Mineral se-Indonesia; dan pertemuan tahunan pengelola Energi dan Sumber Daya Mineral se-Sultra. Bukan hanya itu. Seremoni pembukaan acara tersebut dirangkaikan penandatanganan prasasti pembangunan tujuh pabrik pengolahan nikel yang akan segera diwujudkan di Sultra oleh para investor.



Gubernur Nur Alam Bicara Blak-blakan Gubernur Nur Alam bicara blak-blakan soal perambahan nikel[/caption]
Dalam bayangan Gubernur Nur Alam, tidak perlu seluruhnya tetapi sebagian kecil saja para pengusaha pertambangan tadi membawa pesawat pribadi atau carteran, Bandara Haluoleo pasti kepadatan pesawat. Perkiraan tersebut tidak berlebihan. Sebab nilai investasi yang diajukan melalui proposal para pengusaha tadi mencapai milyaran dollar Amerika Serikat. Namun apa yang terjadi? “Di bandara cuma ada dua pesawat helikopter dan satu pesawat jet komersial”, tutur Nur Alam saat membuka pertemuan tersebut. Sindiran gubernur disambut gerr peserta pertemuan, termasuk para pengusaha yang seharusnya merasa terpukul.

       Pertemuan di Swissbel Hotel dihadiri Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo dan sejumlah pejabat eselon I terkait. Bupati dan walikota se-Sultra hadir semua, kecuali Bupati Kolaka Utara Rusda Mahmud dan Bupati Wakatobi Hugua. Pertemuan ini dimanfaatkan betul oleh Gubernur Nur Alam untuk bicara blak-blakan soal perambahan nikel secara brutal di daerahnya. Bupati dan pengusaha menjadi sasaran, bahkan juga kebijakan Kementerian ESDM tidak luput dari sorotan Gubernur Sultra tersebut.

       Banyak penyimpangan dalam pengelolaan sumber daya mineral nikel di Sulawesi Tenggara. Pemicunya adalah otonomi daerah yang memberi kewenangan bupati dan walikota mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP). Terdorong untuk menggendutkan pundi-pundi pendaptan asli daerah (PAD), para bupati dan walikota memanfaatkan  betul kewenangn itu dan tanpa berkoordinasi dengan gubernur sebagai wakil pemerintah. Menurut  Gubernur Nur Alam, proses perizinan di kabupaten super lancar. “Ada pengusaha memperoleh izin hanya dalam tempo lima menit”, ujarnya dengan sinis. Keterangan gubernur ini makin menguatkan kesimpulan dan menjadi target operasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa salah satu episentrum praktik korupsi di Indonesia adalah sektor pengelolaan sumber daya alam. Pengelolaan SDA menjadi ladang para kepala daerah untuk menghimpun dana untuk memperkaya diri dan pengumpulan dana politik dalam rangka pilkada. Dua episentrum korupsi lainnya adalah lembaga penguasa (power) yang memiliki kekuasaan membuat kebijakan, dan pusat perputaran uang mulai dari hulu di institusi perpajakan hingga hilir yaitu APBN dan  APBD.

       Bupati di Sulawesi Tenggara tidak sekadar hanya menerbitkan IUP tetapi ada juga yang terlibat langsung dalam perambahan nikel. Bentuk penyimpangan yang dilakukan, kata Gubernur Nur Alam, antara lain pemberian IUP pada kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. Penyimpangan itu tidak bisa dihentikan dan dikontrol siapa pun karena bupati merasa lebih berkuasa di daerahnya sesuai perundang-undangan menyangkut  otonomi daerah.

       Tidak jarang juga muncul IUP palsu. Tetapi anehnya, papar Gubernur Nur Alam, pemegang IUP palsu bisa dimenangkan hakim Peradilan Tata Usaha Negara. Ini berarti, hukum bukan lagi otoritas negara untuk menertibkan kehidupan masyarakat tetapi telah menjadi komoditas dan alat transaksi bagi kepentingan pribadi. Mengenai izin di lokasi hutan lindung dan konservasi dikatakan, permainannya sama dengan izin Kehutanan untuk pengolahan kayu. Dalam izin tertera wilayah operasi berlokasi di hutan produksi. Tetapi dalam praktik, penebangan kayu dilakukan di kawasan hutan lindung dan konservasi.

       Penyimpangan tidak hanya menyangkut perizinan melainkan juga dalam hal pengangkutan bijih nikel (ore). Umumnya penambang tidak menyiapkan jalur jalan khusus. Mereka menggunakan jalur-jalur jalan pemerintah. Penggunaan ruas-ruas jalan negara tersebut dengan sendirinya menimbulkan risiko kerusakan. Soal lain adalah pelabuhan. Masalah ini dianggap remeh sehingga hampir tidak ada pengusaha yang membangun pelabuhan khusus sesuai ketentuan.

       Di Sulawesi Tenggara saat ini tercatat 449 IUP. Namun, pemegang IUP yang “serius” baru tujuh perusahaan yang tadi  menandatangani prasasti bersama Wamen ESDM dan Gubernur Sultra. Kata serius saya beri tanda kutip karena persiapan fisik pembangunan pabrik di lapangan belum nampak, kecuali PT Kembar Emas Sultra yang disebutkan telah mulai membangun fundasi bangunan pabrik. Persiapan awal itu dipamerkan secara visual di salah satu sudut hotel tempat pertemuan berlangsung. Di situ ada juga maket pabrik nikel berhiaskan lampu dalam kotak. Maket ini milik PT Cinta Jaya. Pemilik kedua perusahaan tersebut adalah pengusaha lokal Kendari (Guntur alias George Hutama Riswantyo) dan Makassar (HM Yunus Kadir).  Dua pesawat heli yang sedang parkir saat Gubernur Nur Alam mendarat tadi adalah milik Pak Haji Yunus. Dia memang salah satu pengusaha terkemuka di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Maket pabrik nikel PT Cinta Jaya di Sultra

Di atas maket PT Cinta Jaya tampak menggantung sebuah desain pabrik nikel di Kabaena milik PT Jien Smelting Indonesia. Desain itu menggambarkan sebuah kompleks industri nikel yang cukup mewah di daerah terpencil, Kabupaten Bombana, itu.   Namun, sekali lagi itu baru desain, belum mencerminkan fakta riil di lapangan. Izin ekspor nikel ore bakal berakhir tujuh bulan lagi dari sekarang, tepatnya 31 Desember 2013. Apakah pemerintah (Kementerian ESDM) akan masih mau lagi  didikte para pemegang IUP nikel sehingga ketentuan larangan ekspor ore ditabrak terus. Jawabannya tergantung tawaran yang diajukan kedua belah pihak. Yang penting tak terendus KPK.

       Tawaran Gubernur Nur Alam lebih realistis. Menurut gubernur, ekspor ore bisa saja diteruskan oleh para pengusaha pemegang IUP yang secara riil di lapangan telah memulai pembangunan pabrik (smelter). Hitung-hitung hasil ekspor nikel mentah itu bisa dipakai untuk lebih memperlancar pembangunan pabrik. Kebijakan ini (perpanjangan izin ekspor ore) harus dibuat transparan antara lain dengan melibatkan gubernur dan bupati. Syarat-syarat ekspor seperti clear and clean ditiadakanah karena itu sangat bernuansa KKN. Syarat clear and clean tidak melibatkan kepala daerah. Padahal yang paling tahu sebuah lokasi tambang itu clear and clean dari tumpang tindih IUP, tumpang tindih izin usaha perkebunan, tumpang tindih status hutan dan sebagainya adalah bupati dan gubernur.

Friday, April 26, 2013

Disiplin Belum Menjadi Kebanggan

Gubernur-Sultra-H-Nur-Alam-SE-MSi
DISIPLIN Pegawai Negeri Sipil bagi kita masih sulit menjadi kebanggaan. Dari dulu tingkat ketaatan PNS kita rendah. Jarang masuk kantor. Kalau pun masuk dia seperti menginjak bara api. Keluyuran ke mall, pasar, atau sibuk tanpa kaitan tugas pokok pada jam kantor merupakan perilaku yang makin membudaya. Menjelang gajian baru agak banyak diamnya di kantor, terutama PNS menengah bawah. Diamnya itu pun diisi dengan ngobrol buat sekadar mengisi waktu, gosip, atau ngoceh macam-macam.

Gubernur H Nur Alam MSi, Senin pagi tanggal 22 April 2013 menjadi inspektur upacara apel bendera di kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara. Hingga memasuki periode kedua masa jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara, baru kali itu Nur Alam (45) tampil memimpin langsung apel bendera di sebuah instansi lingkup provinsi. Tentu ada sesuatu di balik peristiwa tersebut. “Kalau tidak berada-ada takkan tempua bersarang rendah”, kata pepatah leluhur kita.

Lumayan banyak PNS lingkup PU tampak mengikuti upacara dalam uniform hijau muda, dulu lebih dikenal sebagai pakaian dinas hansip (pertahanan sipil), kini linmas (perlindungan masyarakat). Para Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) juga banyak hadir. Mereka mengelompok (barisan sendiri) di sebelah kiri inspektur upacara. Abdul Salam, staf ahli gubernur nyaris telambat bergabung di kelompok SKPD. Dia berlarian menyeruak dari bangunan belakang kantor Dinas PU Sultra, sebelum merangsek ke kelompok eselon II tadi. Mantan Kepala Dinas Perikanan Sulawesi Tenggara itu masih ngos-ngosan saat protokol menyilakan Gubernur Nur Alam mengambil posisi di tempat/mimbar inspektur upacara.

Dari arahan Gubernur Nur Alam terkuak perilaku PNS di lingkup PU Sulawesi Tenggara selama ini, sekaligus pula menjawab mengapa dia memutuskan memimpin langsung apel bendera di instansi tersebut. Nur Alam berkata: “Jadikan kantor ini sebagai pusat pelayanan. Apapun alasannya pegawai harus selalu masuk kantor tepat waktu. Apabila baru kembali dari lapangan, maka bolehlah istirahat hingga tengah hari. Setelah itu Saudara-saudara harus masuk di kantor sekretariat ini untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat”.

Pengarahan Gubernur Sultra tersebut sebetulnya ditujukan kepada seluruh insan PNS di Sulawesi Tenggara, tidak terkecuali PNS instansi vertikal. Perilaku tidak disiplin bukan lagi bersifat kecenderungan tetapi perilaku itu sudah membudaya. Kenyataan itu terlihat di mana-mana dan di instansi manapun, terutama di kota-kota. Di kantor Gubernur Sultra sendiri disiplin PNS sama saja, amburadul. Pemandangan itu lebih mencolok pada saat gubernur tidak berada di kantor karena sedang tugas di luar kota.

Rendahnya disiplin tentu saja sangat mempengaruhi kualitas pelayanan. Integritas pribadi PNS yang kurang berkembang karena terdesak oleh rendahnya ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan atau peraturan kedinasan pegawai negeri, menciptakan kondisi atau peluang munculnya praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Kita mencatat bahwa praktik KKN-lah sebetulnya wujud dari buruknya pelayanan birokrasi di Indonesia. Kurang profesional dan jauh dari kepastian hukum.

Masih sedikit insan PNS menyadari bahwa perilaku disiplin, antara lain diekspresikan dalam bentuk masuk kantor dan pulang kantor tepat waktu, bekerja cermat sesuai tugas dan fungsi, jujur dan taat pada syari’at agama yang dianutnya merupakan investasi terbangunnya kebanggan dan kenyamanan hidup. Integritas tersebut juga menjadi kebanggan masyarakat. PNS semacam ini sangat berpotensi untuk menjadi pemimpin yang berwibawa.

Untuk membangun dan menegakkan disiplin PNS, Gubernur Nur Alam selanjutnya memerintahkan para pejabat struktural mulai dari eselon II hingga eselon IV (setingkat kepala seksi) agar lebih aktif melakukan pembinaan PNS di unit kerja masing-masing. Peran pengawasan harus terus-menerus difungsikan. Sarana untuk pengawasan, seperti kartu hadir elektronik disarankan agar disediakan. “Alat itu harus dipelihara, jangan sampai dirusak sehingga tak berfungsi”, pesan gubernur.

Gubenur Nur Alam juga mengingatkan, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, PNS harus adil dan proprsional. Jangan diskriminatif. Mantan pengusaha kontraktor tersebut mengkritik praktik pelayanan di Dinas PU Sultra di masa lalu. “Cara pelayanan kepada pengusaha (kontraltor) besar berbeda dengan perlakuan terhadap pengusaha kecil”, ujarnya bernostalgia yang diaplaus peserta upacara. Nur Alam termasuk pengusaha kecil ketika itu.

Rendahnya disiplin PNS tercermin pula pada kondisi lingkungan kerja mereka. Kebersihan dan ketertiban diabaikan, baik di halaman kantor, ruangan kerja, maupun toilet. Di kantor Gubernur Sultra, misalnya, hanya toilet di ruang-ruang kerja pejabat tinggi – mulai dari gubernur hingga eselon II – yang bersih, rapi, dan indah. Selebihnya becek dan bau.

Kondisi fasilitas umum lebih buruk lagi. Hampir semua fasilitas umum seperti terminal pelabuha laut, pelabuhan feri, terminal darat, dan Bandar udara (bandara) kurang bersih dan tidak nyaman. Bau tak sedap segera menyergap begitu kita masuk toilet. Tikus pun bisa mati keracunan akibat bau menyengat di situ.

Baru saja beberapa jam setelah memimpin upacara apel pagi di Dinas PU Provinsi Sultra, Gubernur Nur Alam menemukan suasana berantakan di salah satu ruangan Bandara Haluoleo. Gubernur mendadak balik arah saat mau masuk ke bekas ruangan tunggu di lantai 1 terminal Haluoelo. “Wah, kotor ini”, ujarnya seraya berbalik arah. Sambil menunggu kedatangan Ketua PKK Pusat Vita Gamawang Fauzi, Gubenur Nur Alam mengajak saya meninjau suasana pelayanan di bandara tersebut.

Saya juga spontan menyatakan bahwa suasana berantakan yang baru disaksikan gubernur adalah bukti belum berjalannya tugas pokok dan fungsi para pejabat terkait. Terminal Bandara Haluoleo, misalnya, siapa yang harus bertanggung jawab dalam soal kebersihan dan kenyamanan. Masalah itu sangat penting dan strategis karena Bandara Haluoleo merupakan gerbang utama Sultra. Garbarata – jembatan berdinding dan beratap yang menghubungkan pintu pesawat dan ruang tunggu penumpang – kesan mewahnya tidak seimbang dengan kondisi fasilitas di terminal tersebut. Kamar dan fasilitas toiletnya sangat sederhana, becek, dan sering pula krannya tidak berair.


Saturday, April 20, 2013

Musrenbang dan Usia Bangunan Kita

[caption id="attachment_351" align="alignnone" width="600"]Musrenbang-Sultra-sulawesi-tenggara Suasana Musrenbang tingkat provinsi di Kendari tanggal 15 April 2013. Gubernur Sultra H Nur Alam SE MSi didampingi Ketua DPRD Sultra Rusman Emba (kiri) dan Wakil Menteri/Wakil Ketua Bappenas Dr Ir Lukita Dinarsyah Tuwo MA (kanan)[/caption]
MUSRENBANG. Binatang apa lagi itu? Di zaman Orde Baru ada yang disebut  Rakorbang - rapat koordinasi pembangunan. Bukankah setiap zaman harus melahirkan gagasan baru, kemasan baru, walau isinya tetap barang lama. Musrenbang adalah akronim dari Musyawarah Rencana Pembangunan. Musrenbang dilakukan berjenjang, mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasaional. Seperti halnya Rakorbang, Musrenbang adalah sebuah mekanisme untuk menyusun rencana pembangunan yang telah dibahas dan disepakati bersama antara pemerintah dan masyarakat dengan mengacu pada RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).

       Musim Musrenbang biasanya berlangsung dalam bulan April, untuk rencana kerja pembangunan daerah (RKPD)  tahun berikutnya. Musrenbang tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara, misalnya,  digelar tanggal 15 April 2013. Di situ hadir Wakil Menteri/Wakil Ketua Bappenas Dr Ir Lukita Dinarsyah Tuwo MA sebagai pengarah. Gubernur Nur Alam tampak sumringah. Ia merasa senang karena sudah banyak bupati yang hadir di acara yang diadakan pemerintah provinsi. Biasanya diwakilkan pejabat lain. Nur Alam mengingatkan: “Budaya mewakilkan tidak baik. Sebagai pamong harus selalu  melaksanakan prinsip-prinsip kepatuhan dan ketaatan”.

       Adapun hasil rumusan dan kesepakatan yang akan dibawa ke Musrenbang tingkat nasional, kita tidak sempat memantaunya. Suatu hal yang perlu kita catat terkait dengan event Musrenbang adalah masalah kualitas proyek-proyek fisik yang dibangun. Sebab masalah kualitas sudah sejak lama menjadi keprihatinan kita semua. Terlampau banyak hasil-hasil pembangunan fisik selama ini yang kualitasnya di bawah standar sehingga usianya sangat singkat.

       Infrastruktur seperti jalan, jembatan, bangunan gedung-gedung milik pemerintah dikerjakan asal jadi. Tak heran jika proyek-proyek ambruk segera setelah diadakan ritual peresmiannya. Coba lihat jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Megaproyek bernilai Rp 940 miliar itu ambruk dan menelan korban jiwa dalam usia pembuatan konstruksinya tidak lebih dari 10 tahun. Proyek jembatan di Sungai Mahakam itu selesai tahun 2001. Itu  proyek raksasa yang apabila mengalami sesuatu menjadi sorotan publik. Tak terbilang proyek kecil mengalami kerusakan lebih cepat. Bahkan, ada proyek yang tidak selesai, lalu ditinggalkan begitu saja oleh kontraktornya. Warga di daerah terpencil terbiasa dengan pemandangan seperti itu.

       Keadaan memprihatinkan tersebut membuat Haji Muammad Yunus Kadir   merindukan masa silam di zaman Belanda dahulu. Bangunan-bangunan peninggalan kolonial tersebut hingga kini masih kokoh. Sebagian memang ada yang keropos dimakan usia akibat belum bangkitnya kesadaran pemerintah untuk memelihara dan merawat bangunan-bangunan kuno terutama yang memiliki nilai sejarah.

       Di Makassar, misalnya, tidak sulit kita menemukan bangunan peninggalan Belanda. Peninggalan paling terkenal dan historis adalah benteng Rotterdam di pantai Losari.  Ada juga gedung Societeit de Harmonie, Kantor Gubernur Sulawesi Selatan dan Balaikota Makassar, masih di kawasan pantai Losari. Gedung Societeit de Harmonie tampaknya baru saja direnovasi dan difungsikan sebagai Gedung Kesenian Makassar. Kota Raha dan Bau-Bau di Sulawesi Tenggara juga masih menyimpan bangunan kuno. Sebut misalnya, Kantor Kehutanan Kabupaten Muna, Istana Sultan Buton di pantai Bau-Bau yang disebut Kamali. Kamali kemudian dijadikan Istana Ilmiah sebagai salah satu kampus Universitas Unidayan Bau_Bau.

       HM Yunus Kadir terobsesi dengan bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Tokoh Islam Sulawesi Selatan itu mendambakan kehadiran bangunan-bangunan kontemporer di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang kualitasnya sama dengan bangunan peninggalan Belanda. Artinya, bangunan-bangunan dimaksud bisa awet hingga ratusan tahun. “Saya sedang memikirkan suatu gagasan bagaimana kita membangun di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara ini, agar hasilnya bisa awet mencapai sampai 200 tahun”, ujarnya dalam suatu pembicaraan singkat melalui telepon, Sabtu 13 April 013.

       HM Yunus Kadir yang juga pengusaha tidak sedang bercanda, apalagi bermimpi. Ia menyebut dua gubernur, Syahrul Yasin Limpo dan Nur Alam memiliki potensi untuk berbuat lebih baik dari yang dihasilkan kolonial dulu. Kedua pemimpin ini dinilainya cukup cerdas dan idealis. Bahkan, Yunus berpandangan bahwa mereka adalah pemimpin masa depan di Republik ini. “Nur Alam sangat berpotensi menjadi Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian. Sedangkan Syahrul lebih pas diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri”, papar pengurus teras ormas Islam Muhammadiah Sulsel itu.

  Agarkedua gubernur tadi mampu menghasilkan karya besar dan monumental, Yunus Kadir mengimbau masyarakat untuk membantu dan mendukung kebijakan dan program mereka. Secara spesifik tokoh itu berpesan: “Pelihara dan bantulah Pak Nur Alam”. Pesan tersebut tentu saja ditujukan kepada masyarakat Sulawesi Tenggara.



[caption id="attachment_352" align="alignleft" width="229"]HM Yunus Kadir, tokoh Islam Sulawesi Selatan HM Yunus Kadir, tokoh Islam Sulawesi Selatan[/caption]
     Ia juga memuji mendiang Drs H La Ode Kaimoeddin. Ketika menjadi Gubernur Sulawesi Tenggara dua periode, Kaimoeddin fokus membangun infrastruktur, terutama   di Kota Kendari. Dia juga memindahkan Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara ke sebuah kawasan luas di pinggiran kota di bilangan Andonohu. Yunus Kadir menilai, langkah Kaimoeddin sangat stategis dan berorientasi jauh ke depan. Sebaliknya, Kadir mengkritik pembangunan Kantor Walikota Makassar sekarang yang berlokasi di tengah kota. Menurut Kadir, bangunan berlantai tujuh itu seharusnya ditempatkan di tengah-tengah rakyat. “Agar rakyat yang lahannya terkena lokasi bangunan kantor walikota  bisa mendapatkan ganti rugi yang layak”, kata pengusaha yang dikenal berjiwa sosial itu.

Untuk mewujudkan hasil-hasil pembangunan yang tahan lama (berkualitas), tidak bisa lain kita harus menumbuhkan semangat serta jiwa nasionalisme dan patriotisme. Kita melaksanakan pembangunan untuk kepentingan kita sendiri, kini dan generasi kita yang akan datang. Mengapa Belanda bekerja lebih baik, lebih berkualitas, padahal dia adalah pendatang dan penjajah pula? Ketika Belanda melakukan suatu kegiatan pembangunan, di bidang infrastruktur misalnya, motivasi dasarnya pasti bukan untuk kepentingan pribumi melainkan demi kelancaran pemerintahan kolonialnya.

Namun demikian, aparat pemerintah kolonial bekerja lebih profesional. Jiwa profesionalisme itulah sebenarnya yang melahirkan karya-karya berkualitas. Sehingga masa pakai hasil-hasil pembangunan mereka jauh melampaui zamannya. Nah, sekarang kita tinggal mengadopsi jiwa profesionalisme aparat pemerintah kolonial dulu dan orang Barat pada umumnya. Kita tentu lebih hebat karena sudah memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme. Ini tantangan bagi Musrenbang.

Sunday, April 14, 2013

Saatnya Kolaka Berbenah

Kantor Bupati Kolaka Sulawesi Tenggara. Kantor ini dibangun di era Bupati Adel Berty dengan anggaran dari APBD Kolaka. Kantor Bupati Kolaka Sulawesi Tenggara. Kantor ini dibangun di era Bupati Adel Berty dengan anggaran dari APBD Kolaka.[/caption]

KOLAKA memiliki bupati baru. Wakil Bupati Amir Sahaka (60) diberi tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan pemerintahan di kabupaten berpenduduk 321.506 jiwa itu, sebagaimana layaknya seorang bupati. Adapun Buhari Matta telah diberhentikan sementara dari jabatan itu hingga perkara korupsi yang membelitnya mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap.


       Waktu bagi Amir memang sangat pendek. Sebab masa jabatan pasangan ini (Buhari Matta/Amir Sahaka) akan berakhir bulan Januari 2014. Namun, singkatnya waktu justru menjadi ujian apakah pejabat bupati mampu melakukan langkah-langkah pembenahan aparat birokrasi dan sekaligus juga menemukan platform pembangunan yang lebih berorientasi kepada penguatan ekonomi rakyat.

       Jawabannya pasti bisa, asal sikap eksklusifis otonomi dibuang jauh. Amir Sahaka harus selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan gubernur selaku wakil pemerintah. Gubernur  Nur Alam pasti akan memberikan yang terbaik bagi rakyat Kolaka. Dia pasti mendukung program penguatan ekonomi yang telah dirintis rakyat Kolaka sejak lama, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, pemanfaatan potensi lahan-lahan tambak, dan perikanan.

       Rabu pagi yang cerah (10 April 2013) membuat Kota Kolaka ikut bercahaya. Aktivitas warga berjalan seperti biasa. Hanya di kompleks gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kolaka terlihat konsentrasi petugas keamanan Polri dan sejumlah personel TNI-AD.  Pasalnya, di kompleks tersebut ada acara penting: Penyerahan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberhentian Sementara Bupati Kolaka Buhari Matta dan Penunjukan Wakil Bupati Amir Sahaka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab Penyelenggaraan Pemerintahan di Kolaka. Penyerahan keputusan Mendagri dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara H Nur Alam SE MSi.

       Kehadiran Gubernur Nur Alam di gedung DPRD Kolaka juga menarik perhatian masyarakat. Ia menggunakan kendaraan taktis Polri versi APC (Atrial Premature Complex). Ikut mendampingi gubernur di dalam kendaraan lapis baja itu  Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen (Pol) Ngadino, Kepala Badan Intelijen Nasional (Ka BIN) Daerah Brigjen TNI Taufik Hidayat, Komandan Korem 143/Haluoleo Kolonel (Inf) MS Fadhilah. “Jangan diartikan bahwa Kolaka dalam situasi huru hara. Saya hanya ingin menikmati kendaraan milik Brimob Polda Sultra yang masih baru itu”, kata Nur Alam saat menyampaikan sambutan di acara tersebut.

Pengamanan ketat adalah tindakan tepat dari pihak Polri dan TNI. Jadi Gubernur Nur Alam sebetulnya tidak sedang bermain akrobat. Dia tidak mau kecolongan. Sebab peristiwa serupa, yaitu penggantian bupati Kolaka di tengah jalan kurang lebih 10 tahun silam  gagal dilaksanakan karena dihalangi massa pendukung bupati yang akan dilengserkan. Petugas keamanan waktu itu seperti tak berdaya. Namun, boleh jadi terjadinya masalah itu akibat kurangnya koordinasi dengan pihak terkait  di tingkat provinsi dalam hal ini forum Muspida.

       Waktu itu Adel Berty sebetulnya telah menyatakan mengundurkan diri dari jabatan bupati Kolaka menyusul pengajuan dirinya sebagai bakal calon Gubernur Sultra periode 2002-2007. Pengunduran diri itu disahkan Menteri Dalam Negeri dan sekaligus diangkat pula Buhari Matta sebagai Pejabat Bupati Kolaka. Namun, ketika Gubernur La Ode Kaimoeddin hendak melantik Buhari di kantor Bupati Kolaka, kantor itu masih diduduki Adel Berty dan para pendukungnya. Ratusan tukang ojek juga menutup gerbang masuk halaman kantor bupati.

       Alhasil, gubernur bersama rombongan kembali ke Kendari. Buhari Matta pun dilantik di rumah jabatan gubernur. Keberuntungan rupanya sedang berpihak kepada Asisten II Setwilda Sulawesi Tenggara tersebut. Dia kemudian terpilih sebagai Bupati Kolaka hingga dua periode. Menjelang berakhirnya masa jabatan periode kedua, Buhari tersandung kasus korupsi penjualan nikel yang menimbulkan kerugian negara puluhan miliar.

Setelah berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Buhari diberhentikan sementara dan digantikan wakilnya Amir Sahaka.  Di antara mantan Bupati Kolaka yang hadir menyaksikan penyerahan surat keputusan Mendagri tentang penggantian bupati di tengah jalan tampak Drs H Adel Berty MSi. Mantan ini baru saja juga menjalani hukuman penjara karena terkait kasus korupsi di saat dia menjabat Bupati Kolaka.

       Gubernur Nur Alam memiliki catatan tersendiri terhadap keadaan di Kolaka di bawah kepemimpinan Buhari Matta. Konflik di antara keduanya sulit dihindarkan, dan situasi makin meruncing ketika Buhari maju bersaing dengan Nur Alam dalam Pilkada Sultra tahun 2012. Bila mengadakan kunjungan kerja ke Kolaka, Gubernur Nur Alam kurang mendapatkan sambutan semestinya. Banyak pejabat menghindar, termasuk kepala desa dan lurah. Satu-satunya pejabat yang setia menyambut gubernur adalah Wakil Bupati Amir Sahaka.

       Namun demikian, Gubernur Nur Alam tetap melindungi Buhari Matta. Dalam sambutannya saat menyerahkan surat keputusan Mendagri kepada Amir Sahaka, Nur Alam mengatakan bahwa kasus yang menimpa Buhari Matta lebih disebabkan kesalahan staf yang bermental ABS (asal bapak senang). “Dia (Buhari Matta) terjebak kasus yang menyeret dirinya ke pengadilan disebabkan perbuatan kalian yang tidak memberi pertimbangan yang benar”, kata Nur Alam dengan suara agak bergetar di depan ratusan aparat pemerintah yang memenuhi gedung DPRD Kolaka, termasuk  tokoh dan warga masyarakat.

       Selanjutnya Gubernur Nur Alam mengingatkan bahwa Buhari Matta tidak akan sendirian menjalani proses hukum terkait kasus korupsi hasil penjualan bijih nikel berkadar rendah. Beberapa staf yang berperan sebagai pembantu pelaku, atau boleh jadi bahkan menjadi otak kasus tersebut, dalam waktu tidak lama akan mengikuti jejak Buhari Matta.

       Ihwal penggantian Bupati Kolaka di tengah jalan Gubernur Nur Alam menyebut, ada juga pihak-pihak yang mengail di air keruh.  Menganggap peristiwa ini sebagai rekayasa politik sehingga mereka membuat keonaran, membuat pernyataan provakatif melalui media untuk mengadu domba masyarakat Kolaka. Bila tindakan pihak-pihak tadi sampai mengganggu keamanan dan ketertiban, maka gubernur akan melibatkan TNI dan Polri untuk mengatasinya.



Saturday, April 6, 2013

Pupuk Cair Menyentak

PERBINCANGAN petani nyaris tak bergeser dari soal kejenuhan. Mereka jenuh karena kondisi tanah yang makin kerdil dan keras, jenuh karena hasil panen tak memadai lagi, hama penggerek batang tak kunjung lenyap, usia tanaman makin tua, dan berbagai keluhan lain di seputar tanaman kakao alias cokelat. Dalam situasi serba mentok itu muncul surprise dari uji coba penggunaan pupuk cair. Hasilnya menyentak: 2 ton per hektar! Sepanjang riwayat perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara, produksi tanaman kakao belum pernah menembus angka setinggi itu. Produksi tanaman tua selama ini berkisar 600 sampai 800 kilogram per hektar.
Ir-H-Akhmad-Chaidir-Kadisbun-Sultra Ir H Akhmad Chaidir MM, salah satu dari sedikit SKPD Sultra yang kreatif[/caption]
Seperti diceritakan Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara Akhmad Chaidir, kehadiran pupuk cair membuat petani kembali bergairah mengelola kebunnya. Tanaman tua yang telah dibiarkan terlantar, lahannya kini dibersihkan, dan tanamannya dirawat sesuai teknik budidaya yang dianjurkan. Bahkan banyak petani aktif mencari dan membuka lahan baru dalam rangka perluasan kebun. Lahan-lahan tersebut kemudian digemburkan dengan pupuk organik cair. Sedangkan pupuk kimia mulai dikesampingkan.

Pupuk organik cair yang kini dijadikan primadona petani kakao di Lambandia adalah produk PT Visi Karya Agritama. Produk tersebut beredar dalam kemasan jeriken berisi 20 liter. Cairan ini mengandung antara lain humic acid, mikroba, hormon pertumbuhan, serta unsur hara makro dan mikro. Pupuk tersebut terbukti sangat efektif untuk menyuburkan kembali tanah dan tanaman pada lahan-lahan kritis akibat penggunaan pupuk kimia. Pupuk cair ini bisa digunakan untuk semua usaha pertanian: perkebunan, persawahan, dan pertanian hortikultura. Menurut Akhmad Chaidir, setiap satu liter pupuk cair ini dilarutkan dengan 40-60 liter air sungai atau air tanah sebelum disemprotkan ke lahan kebun kakao. Dosis setiap hektar adalah 20 liter.



[caption id="attachment_256" align="aligncenter" width="640"]Akhmad-berbincang-dengan-Nur-Alam Kadis Perkebunan & Hortikultura Sultra berbincang-bincang dengan Gubernur Nur Alam dalam suatu kunjungan kerja di Lambuya, Konawe, tanggal 24 September 2012.[/caption]
Kerusakan lahan pertanian akibat penggunaan pupuk kimia membuka peluang para pengusaha agribisnis untuk menciptakan pupuk alternatif yang diharapkan lebih baik sesuai kemajuan teknologi yang bisa diaplikasi dengan dukungan investasi. Para investor tersebut kemudian berhasil menemukan solusi dengan memproduksi pupuk organik cair. Pupuk jenis ini terbukti lebih praktis, lebih efektif, lebih murah, lebih mengoptimalkan produksi tanaman, serta lebih ramah lingkungan. Maka, di pasaran sekarang ini beredar banyak produk pupuk cair dalam kemasan dan merek yang mencitrakan keunggulan produknya. Pabrik pupuk organik cair tersebut bertaburan di Jawa.

Di Sulawesi Tenggara sejauh ini terlihat baru ada satu merek yang beredar dan digandrungi petani kakao, yaitu Humate Fitriani. Pupuk cair tersebut diproduksi dan didistribusikan PT Visi Karya Agritama. Pabriknya terdapat di Jawa Barat dan Jawa Timur. “Secara kebetulan saya bertemu dan berkenalan dengan Pak Ferry di Jakarta, lalu saya ajak dia ke Kendari”, kata Akhmad Chaidir menceritakan ihwal kehadiran perusahaan agribisnis itu di Sulawesi Tenggara. Ir Ferry Firdaus adalah Direktur Utama PT Visi Karya Agritama.

Perusahaan tersebut bukan hanya menjual pupuk tetapi juga berperan sebagai pembina petani. Daerah binaannya selama hampir dua tahun ini adalah Lambandia, salah satu sentra kakao di Sulawesi Tenggara. Hamparan kebun kakao di sana kurang lebih 31.000 hektar. Luasan tersebut melibatkan sekitar 2.000 keluarga petani.

Sulawesi Tenggara dikenal sebagai penghasil kakao terbesar. Potensinya mencapai sekitar 236.000 hektar dengan produksi sekitar 126 ton setahun. Sebagian besar produksi tersebut dijual ke Makassar dalam bentuk asalan. Di Makassar kakao asalan tersebut diolah dalam bentuk setengah jadi atau biji kering berkualitas ekspor. Selanjutnya produk-produk tersebut dikirim ke industri-industri makanan cokelat di Jawa, Eropa, dan Amerika Serikat.

Sebagai pembina petani, PT Visi Karya Agritama bekerja secara profesional. Perusahaan itu menggunakan tenaga-tenaga berpengalaman untuk mentransfer cara perlakuan dan teknologi budidaya kakao ke petani. Bagaimana menentukan komposisi dan dosis pupuk cair, cara membersihkan kebun, penjarangan dan pemangkasan pohon kakao, semuanya diajarkan secara cermat.

Ada ungkapan PS-PS, pangkas sering – panen sering, di komunitas petani binaan. Perlakuan itu telah terbukti mampu meningkatkan kualitas produksi. Patokannya adalah 10 lembar daun untuk satu buah kakao. Jarak antarpohon dijaga agar daun masing-masing pohon tidak saling bersentuhan. Alhasil, pohon kakao menjadi rimbun dengan daun lebar-lebar. Maka buahnya pun besar-besar.

Dengan perlakuan tersebut tanaman tua pun kembali produktif. Bahkan, hama penggerek batang kakao yang menjadi momok petani itu lenyap dengan sendirinya. Program peremajaan dengan sistem sambungan samping, malah tergeser. Petani lebih berkonsentrasi pada penggunaan pupuk organik cair dipadukan dengan perlakuan tepat sesuai arahan tenaga-tenaga ahli dari PT Visi Karya Agritama. Pendek kata, kehadiran pupuk organik cair telah mengatasi masalah penurunan produksi kakao di Sulawesi Tenggara selama ini. Yaitu problem tanaman tua dan hama penggerek batang.

Petani atau kelompok tani yang berhasil meningkatkan produksi diberi hadiah, antara lain ibadah umrah ke Tanah Suci. Salah satu petani yang telah menikmati ibadah umrah adalah Sudirman bersama istrinya. Kakao petani binaan juga dibeli dengan harga lebih tinggi. Petani kakao di Lambandia dan Ladongi umumnya dikenal lebih mengutamakan kualitas sehingga semua produksi kakao mereka diproses dengan cara fermentasi.

Salah satu faktor yang memudahkan perusahaan “bapak angkat” melakukan pembinaan ialah terorganisasinya petani dalam wadah yang disebut Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera (LEM). LEM Sejahtera dibentuk di sentra-sentra produksi. Pihak perbankan juga lebih mudah berhubungan dengan petani terkait penyaluran kredit melalui LEM Sejahtera. Akhmad Chaidir mensponsori pembentukan LEM Sejahtera di hampir semua sentra perkebunan kakao, kelapa, cengkeh dalam rangka menjabarkan konsep Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat Sulawesi Tenggara) ke tingkat operasional (akar rumput). Konsep tersebut merupakan salah satu program dari visi misi pasangan Gubernur Nur Alam dan wakilnya Saleh Lasata sejak masa jabatan mereka periode pertama 2008-2013.